Pengertian Hadits Shahih dan Contohnya

Apa itu Hadits Shahih? Dalam ilmu hadits, Hadits Shahih adalah jenis hadits yang memiliki sanad atau jalur periwayatan yang benar serta matan yang dapat dipertanggungjawabkan. Hadits Shahih adalah salah satu kategori hadits yang merupakan tingkatan tertinggi berdasarkan kualitas metodenya. Dalam studi hadits, ada beberapa kriteria atau syarat yang harus dipenuhi agar sebuah hadits dapat dikategorikan sebagai Hadits Shahih.
Makna dari Hadits Shahih adalah hadits yang benar, otentik, dan dapat dipercaya karena memiliki sanad yang kuat dan matannya tidak bertentangan dengan nash al-Quran maupun prinsip-prinsip ilmu hadits. Dalam praktiknya, Hadits Shahih digunakan sebagai sumber ajaran agama Islam yang memiliki otoritas dan keabsahan yang tinggi.
Penjelasan lebih lanjut tentang Hadits Shahih dapat diilustrasikan dengan contoh-contoh konkrit. Berikut ini adalah beberapa contoh Hadits Shahih:
1. Hadits Shahih tentang Shalat

Salah satu contoh Hadits Shahih yang berkaitan dengan shalat adalah sebagai berikut:
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menegakkan shalat tepat pada waktunya, lalu melakukan wudhu dengan baik, memusatkan pikiran dan mengekang pandangan matanya ketika dalam shalat, ia akan mendapatkan pahala yang istimewa dan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Ibnu Majah, no. 1079; dishahihkan oleh Al-Albani di Shahih Sunan Ibnu Majah, no. 864).”
Hadits di atas termasuk dalam kategori Hadits Shahih karena memiliki sanad yang kuat dan matan yang berisi petunjuk yang dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Hadits ini memberikan penekanan pentingnya menjaga waktu shalat, melaksanakan wudu dengan benar, dan memfokuskan pikiran saat beribadah.
2. Hadits Shahih tentang Zakat
Contoh lain dari Hadits Shahih adalah hadits yang berbicara tentang kewajiban zakat. Berikut ini adalah salah satu contoh hadits tersebut:
“Dari Abu Dzar Al-Ghifari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah hilang selama salah satu dari kalian sadakah (zakat)nya terlepas dalam tangannya.” (HR. Al-Bukhari, 1399).”
Hadits di atas juga termasuk dalam kategori Hadits Shahih karena memiliki sanad yang dikuatkan oleh Imam Al-Bukhari, salah satu penghimpun hadits terkenal. Dalam hadits ini, Rasulullah menegaskan pentingnya membayar zakat secara tepat dan teratur sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam agama Islam.
Kesimpulan dari contoh-contoh Hadits Shahih di atas adalah bahwa Hadits Shahih adalah jenis hadits yang memiliki tingkat keabsahan yang tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan. Hadits Shahih memegang peranan penting dalam memahami ajaran agama Islam karena merupakan sumber hukum agama yang otoritatif. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami dan mengamalkan hadits-hadits shahih dalam kehidupan sehari-hari demi mendapatkan petunjuk dan rahmat Allah SWT.
Syarat-syarat Hadits Shahih
![]()
Untuk dapat memahami dan mengenali Hadits Shahih, ada beberapa syarat atau kriteria yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah beberapa syarat-syarat Hadits Shahih:
1. Sanad yang Jelas
Sanad merujuk pada jalur periwayatan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga pada perawi yang meriwayatkan hadits tersebut. Syarat pertama yang harus ada dalam Hadits Shahih adalah sanad yang jelas dan terpercaya. Sanad yang jelas berarti setiap perawi yang menyampaikan hadits memiliki kualifikasi sebagai seorang yang jujur, adil, memiliki kecerdasan, dan memiliki keahlian dalam mengetahui dan mengingat hadits dengan baik.
2. Tidak ada Kelemahan dalam Sanad
Selain harus jelas, sanad dalam Hadits Shahih tidak boleh ada kelemahan. Kelemahan sanad dapat terjadi jika ada perawi yang tidak dikenal, memiliki reputasi yang buruk, atau memiliki kecacatan dalam memori yang dapat mempengaruhi keabsahan hadits. Dan Hadits Shahih tidak boleh ada kecacatan dalam sanadnya.
3. Matan yang Tidak Bertentangan
Matan merujuk pada teks atau isi hadits itu sendiri. Syarat ketiga Hadits Shahih adalah matan yang tidak bertentangan. Artinya, matan hadits tidak boleh mengandung kesalahan fakta, tidak logis, bertentangan dengan ajaran Al-Quran, atau bertentangan dengan prinsip-prinsip umum dalam ilmu hadits.
4. Tidak ada Nukilan dari Kitab Lain
Hadits Shahih juga tidak boleh mengandung unsur nukilan dari kitab lain atau hadits yang tidak memiliki dasar yang kuat. Hadits Shahih harus memiliki periwayatan yang langsung berdasarkan sanad yang dikuatkan oleh perawi yang jelas dan terpercaya.
5. Tidak ada Pembatal Syarat
Berdasarkan prinsip ilmu hadits, ada beberapa syarat hadits yang jika ada yang saling membatalakan, maka hadits tersebut dianggap tidak valid. Dalam Hadits Shahih, tidak ada pembatal syarat sehingga mampu memenuhi semua persyaratan yang ada. Semua syarat yang terpenuhi harus tetap terjaga dalam Hadits Shahih.
6. Tidak ada Kejanggalan Lain
Terakhir, Hadits Shahih tidak boleh mengandung kejanggalan lain yang dapat meragukan keabsahannya. Kejanggalan tersebut misalnya terjadi perbedaan antara sanad dengan matan, adanya pengulangan dalam sanad, atau ada penyimpangan dalam periwayatan hadits yang dapat mengurangi level keabsahan hadits.
Dengan memenuhi syarat-syarat di atas, sebuah hadits dapat dikategorikan sebagai Hadits Shahih. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menguasai ilmu hadits dan memahami metode yang digunakan dalam menilai keabsahan sebuah hadits.
