Leasing adalah suatu bentuk perjanjian bisnis antara dua pihak, yaitu pemberi sewa (lessor) dan penyewa (lessee), di mana pemberi sewa akan memberikan hak penggunaan suatu barang kepada penyewa untuk jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa yang telah disepakati. Dalam hal ini, pemberi sewa bisa berupa perusahaan leasing atau lembaga keuangan lainnya yang menyediakan layanan leasing kepada para pelanggan.
Contoh Perjanjian Leasing: Dasar Hukum dan Jenisnya

Apa itu perjanjian leasing? Perjanjian leasing adalah sebuah kontrak yang mengatur hak dan kewajiban antara pemberi sewa dan penyewa terkait penggunaan suatu barang. Dalam perjanjian ini, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti lamanya waktu penyewaan, besarannya uang sewa, dan hak serta kewajiban keduanya.
Perjanjian leasing ini didasarkan pada beberapa dasar hukum yang telah diatur oleh negara. Salah satu dasar hukum yang mengatur tentang leasing adalah Undang-Undang No. 42 Tahun 2014 tentang Jaminan Fidusia. Undang-undang ini mengatur tentang pengaturan hukum leasing dan menjelaskan secara detail mengenai hak dan kewajiban serta perlindungan hukum bagi kedua belah pihak dalam suatu perjanjian leasing.
Ada beberapa jenis perjanjian leasing yang perlu diketahui, antara lain:
1. Financial Leasing
Financial leasing adalah jenis leasing di mana penyewa (lessee) dapat memperoleh hak penggunaan suatu barang dengan membayar uang sewa dalam jangka waktu tertentu. Pada jenis leasing ini, kepemilikan barang tetap di tangan pemberi sewa (lessor) dan akan diserahkan kepada penyewa setelah masa sewa habis dengan harga beli yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Operational Leasing
Operational leasing adalah jenis leasing di mana penyewa (lessee) dapat memperoleh hak penggunaan suatu barang dengan membayar uang sewa dalam jangka waktu tertentu. Pada jenis leasing ini, kepemilikan barang tetap di tangan pemberi sewa (lessor) dan tidak ada kewajiban bagi penyewa untuk membeli barang tersebut setelah masa sewa habis.
3. Sale and Leaseback
Sale and leaseback adalah jenis leasing di mana pemberi sewa (lessor) menjual suatu barang kepada penyewa (lessee) dan kemudian menyewakannya kembali kepada penyewa dengan jangka waktu yang telah disepakati. Dalam jenis leasing ini, penyewa (lessee) dapat menggunakan barang tersebut selama masa sewa dengan membayar uang sewa yang telah ditetapkan sebelumnya.
Jenis-jenis perjanjian leasing tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan serta tujuan dari kedua belah pihak. Setiap jenis memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri yang perlu diperhatikan sebelum melakukan perjanjian.
Dasar Hukum Leasing

Dasar hukum leasing merupakan hal yang penting untuk diketahui agar dalam pelaksanaannya dapat meminimalisir terjadinya sengketa antara pemberi sewa dan penyewa. Salah satu dasar hukum yang mengatur tentang leasing adalah Undang-Undang No. 42 Tahun 2014 tentang Jaminan Fidusia. Undang-undang ini memberikan landasan hukum yang kuat bagi perjanjian leasing.
Dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2014, diatur mengenai definisi leasing, objek yang dapat dijadikan obyek perjanjian leasing, alasan pembebanan hak tanggungan, serta hak dan kewajiban dari pemberi sewa dan penyewa. Dalam pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa objek perjanjian leasing adalah:
1. Kendaraan bermotor dan/atau perlengkapannya;
2. Peralatan dan/atau mesin;
Selain itu, terdapat juga beberapa ketentuan lain yang diatur dalam undang-undang ini, seperti mengenai hak dan kewajiban pemberi sewa dan penyewa, prosedur pendaftaran leasing, serta penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian leasing.
Bagaimana Cara Melakukan Perjanjian Leasing?
Untuk melakukan perjanjian leasing, terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diikuti:
1. Identifikasi kebutuhan barang
Langkah pertama dalam melakukan perjanjian leasing adalah mengidentifikasi kebutuhan barang yang akan disewa. Pastikan untuk melakukan analisis terhadap barang yang diperlukan, jenis barang, dan spesifikasi barang yang diinginkan.
2. Pilih pemberi sewa (lessor)
Setelah mengetahui kebutuhan barang, langkah selanjutnya adalah memilih pemberi sewa atau lessor yang akan menyediakan barang tersebut. Pilihlah lessor yang memiliki reputasi baik dan terpercaya.
3. Bicarakan ketentuan perjanjian
Setelah menemukan lessor yang cocok, lakukan pertemuan dengan lessor untuk membicarakan lebih lanjut tentang ketentuan perjanjian. Sampaikan semua kebutuhan dan persyaratan yang diinginkan.
4. Cek dan verifikasi dokumen-dokumen
Sebelum melakukan perjanjian leasing, pastikan untuk melakukan pengecekan dan verifikasi terhadap dokumen-dokumen yang diperlukan. Pastikan bahwa semua dokumen tersebut sah dan lengkap.
5. Tandatangani perjanjian
Setelah semua dokumen telah lengkap dan sah, langkah terakhir adalah melakukan penandatanganan perjanjian. Pastikan untuk membaca dan memahami semua ketentuan perjanjian sebelum melakukan penandatanganan.
6. Lakukan pembayaran sesuai perjanjian
Setelah perjanjian ditandatangani, lakukan pembayaran sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati. Pastikan untuk mematuhi semua ketentuan pembayaran yang telah termaktub dalam perjanjian.
7. Jaga keberlanjutan perjanjian
Setelah perjanjian leasing terjadi, penting untuk menjaga keberlanjutan perjanjian. Penuhi semua kewajiban yang tercantum dalam perjanjian dan jaga hubungan baik antara pemberi sewa dan penyewa.
Kesimpulan

Dalam bisnis, perjanjian leasing sangat penting untuk memenuhi kebutuhan akan penggunaan suatu barang dalam jangka waktu tertentu. Terdapat beberapa jenis perjanjian leasing, antara lain financial leasing, operational leasing, dan sale and leaseback. Setiap jenis memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri yang perlu diperhatikan sebelum melakukan perjanjian.
Dasar hukum leasing diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2014 tentang Jaminan Fidusia, yang memberikan landasan hukum yang kuat bagi perjanjian leasing. Dalam perjanjian leasing, terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan, seperti mengidentifikasi kebutuhan barang, memilih pemberi sewa, membicarakan ketentuan perjanjian, dan melakukan penandatanganan perjanjian.
Penting untuk menjaga keberlanjutan perjanjian dan mematuhi semua kewajiban yang tercantum dalam perjanjian. Dengan demikian, perjanjian leasing dapat berjalan dengan baik dan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.
